Selasa, 01 Januari 2013

Hidup Nyaman Bersama Ancaman



Siapa yang tidak mengetahui Erupsi Merapi tahun 2010? Erupsi terdahsyat Merapi selama 1 Abad terakhir ini, meluluhlantahkan banyak Desa dan dusun yang berada di sekitarnya. Banyak warga di sekitar lereng Gunung Merapi yang kehilangan tempat tinggalnya. Salah satu korban dari erupsi Merapi ini adalah Totok Hartanto atau yang biasa dipanggil “Sondong”.

Totok merupakan warga dari dusun Srodokan,Wukirsari, Cangkringan, Sleman Yogyakarta. Dusunnya habis tertimbun pasir dan material Gunung Merapi, beruntung, rumahnya tidak tertimbun pasir terlalu tinggi, sehingga masih terlihat bangunan rumahnya,walaupun isi rumah ludes semua terbakar pasir panas di bawahnya. Ketika di tanya bagaimana perasaannya ketika pertama kali mengetahui rumahnya hancur, Totok hanya menjawab,”Perasaanku pastinya sedih ,bingung, tapi aku beruntung memiliki banyak teman teman yang langsung sigap membantuku, jadi aku tidak merasa susah.” Setelah erupsi Merapi, Totok dan keluarganya,sempat menghuni Shelter, hunian sementara yang disediakan pemerintah bagi para korban bencana Merapi. Di Shelter, ia dan keluarganya memulai semuanya dari nol kembali. Walau sudah lama menempati Shelter, kerinduan akan kampung asal membuat Totok dan keluarganya memutuskan untuk menempati rumah lamanya di Srodokan. Rumah tersebut di renovasi, di betulkan bagian atapnya dan bagian lain yang sempat rusak karena awan panas. Ketika rumah tersebut telah siap huni, Totok dan keluarganya menempati rumah tersebut lagi, “Pasca bencana aku pertama kembali ke kampung lama karena aku yakin aku bisa hidup nyaman bersama ancaman. Karena di huntap hanya cocok untuk pegawai,tapi kalo petani dan peternak lebih cocok di kampung lama. Ancaman merapi tidak selamanya mengarah ke selatan”, katanya ketika ditanya alasan mengapa dia memutuskan kembali tinggal di rumah lamanya.


Merapi bukan merupakan musibah, namun berkah. Setidaknya itulah yang dirasakan Totok sebagai salah satu korban Merapi. Totok dulunya bekerja sebagai penjual bensin dan pulsa di rumahnya, namun aktif dalam organisasi sosial penanggulangan bencana seperti Pasag Merapi, “Aku sadar yang menghadapi bencana secara langsung adalah kita, masyarakat, bukan pemerintah atau hal lainnya, untuk itu aku belajar tentang bencana, walau orang bilang pengetahuanku itu nggak penting, karena Merapi itu kalau meletus sudah ada jalannya sendiri, tapi aku nggak pernah menyesali itu”. Kini, berkat pengetahuannya itu Totok bekerja di salah satu LSM penanggulangan bencana sebagai aktifis LSM tersebut. Saat ditanya pendapatnya tentang musibah merapi, Totok menjawab,” Musibah, itu biasa aja buat aku, risiko hidup di kawasan rawan bencana memang seperti itu, aku yakin di balik musibah merapi pasti ada berkah, yang jelas ke depan kita lebih belajar pengamanan aset. Merapi bukan untuk di takuti, merapi adalah sahabat, merapi adalah sumber penghidupan dan ilmu pengetahuan.”

Editor: Mila Isti Wijayanti

0 komentar:

Posting Komentar